ketahuilah
Amma ba'du, Saya akn membuka pengajian dengan sesuatu yang terbaik: salamullahi
 saya senantiasa memperhatikan bahwa ternyata dari sekian banyak waktu, muncullah di sana berbagai hakikat tertentu dalam diriku. Ia terhitung sebagai bagian dari inti tujuan dakwah. Hakikat-hakikat ini ikhwan sekalian, ingin saya sampaikan kepada kalian sehingga tertanam juga pada kalian, untuk kemudian kalian sampaikan kepada ikhwan lainnya.
 Diantara yang dapat saya tangkap dari ceramah-ceramah Maulid Nabi adalah bahwa rahasia pertama mengenai kemenangan dan kejayaan dakwah Islam itu ternyata bukanlah pada banyaknya proyek yang dilakukan oleh kaum muslimin pertama, dan juga bukan akurasi sistem yang disampaikan kepada mereka. Saya yakin bahwa sistem Islam datang sebagai sebuah sistem yang sederhana, dan amalan-amalan yang mesti dipikul oleh orang-orang muslim pun merupakan amalan yang mudah.
 Orang-orang muslim tidak memiliki detail undang-undang sebagaimana yang dimiliki Rumawi. Tidak memiliki kemajuan peradaban sebagaimana yang dimiliki Persia. Tidak juga sebagaimana kaum sufi India, namun demikian mereka dapat memenangkan dakwahnya dengan gilang gemilang, suatu kemenangan yang menggetarkan panggung sejarah dan membingungkan zaman.
 Yang saya tangkap, rahasia kemenangan dan kejayaan ini terpusat dan terbatas pada tiga prinsip fikrah yang tertanam dan menancasp didalam jiwa para pendahulu kita – ridwanullah -'alaihim - . ketiga hal ini wajib menjadi orientasi pemikiran akh muslim. Maka tema kita dimalam ini berkisar pada ketiga keyakinan tersebut.
 Ikhwan semua yang mulia, terbayang olehku, bahkan tertancap didalam jiwaku, bahwa Al-Qur'anul Karim sejarah hidup Nabi, serta politik Rasulullah saw. Didalam menjalankan dakwah beliau telah memasukkan tiga fikrah ini ke dalam jiwa kaum mukminin pertama, agar menjadi pilar-pilar kemenangan mereka.
 Fikrah pertama, wahai akhi, berupa sikap ta'ashuh (fanatik) terhadap risalah, tanpa diikuti oleh rasa lemah dan lesu. Merasa lebur bersama risalah ini dan merasa unggul dengannya, sehingga tidak membutuhkan risalah lain, baik dalam bentuk mempersamakan atau membanding-bandingkan. Ini bukan berarti melakukan permusuhan terhadap orang lain. al- Qur'an sejak semula telah menanamkan keyakinan ini didalam jiwa mereka, mereka pun meyakini bahwa risalah yang ada dihadapan mereka merupakan risalah yang paling mulia, paling tinggi dan paling sempurna. Ia adalah kebaikan, sedangkan selainnya adalah keburukan. Ia adalah kebaikan, sedangkan selainnya adalah kesengsaraan.
 Mereka, wahai akhi, juga meliaht bagaimana peradaban Persia dengan segala macam bentuk kenikmatan, kemewahan dan kemakmuran. Mereka juga melihat keelokan istana Kisra yang aristik. Namun bagi mereka tidak bisa disaamakan dengan batang kurma yang dijadikan atap Masjid Nabawi. Mereka melihat berbagai penampilan Persia yang memiliki persiapan kekuatan yang luar biasa. Namun itu semua bagi mereka tidak sebanding dengan mantel yang menyelimuti kedua pundak mereka. Mereka melihat kekayaan Persia, namun mereka melihatnya tidak sebanding dengan segenggam gandum dan kukrma. Mereka melihat buku-buku karangan bangsa persia yang berisi berbagai ilmu pengetahuan, sastra, syair, dan sebagainya. Semua ini dalam benak seoprang Arab (muslim) tidak mungkin disetarakan dengan kata-kata yang ia dengar dari Umar ra. Itu karena ia meyakini bahwa risalahnya berhubungan dengan lorong-lorong di langit dan bahwa dengan ini ia akan bisa menguasai dunia dan segala yang ada di atasnya dengan penuh keadilan.
 Salah  seorang Arab menghadap kaisar Romawi, maka apa yang dilihatnya berupa kenikmatan dan kemewahan ternyata justru hanya merupakan pelecehan baginya. Sang kaisar menyiapkan bantal untuknya agar ia dapat duduk diatasnya. Namun kemudian ia berkata, “Tidak!, Tidak usah. Nabi kami telah melarang kami untuk duduk diatas bantalmu ini.”
 seluruh keyakinan ini, wahai akhi, tertancap didalam jiwa mereka. Sayyidina Amru bin Ash pernah mengirim surat kepada sayidina Umar ra. Dengan mengatakan, “Kami mendapat buku-buku yang ditinggalkan oleh orang-orang Romawin di Iskandaria. Apakah boleh kami menerjemahkan buku-buku tersebut dan kami petik manfaatnya?” Umar ra. Kemudian menjawab, “Jangan biarkan sebagaimana adanya.” umar menghendaki agar menghendaki agar peradaban kaum muslimin itu tetap samawi. Adalah bukan merupakan kaidah yang lurus bila sirna rabbani ini harus ternodai oleh peniggalan-peniggalan yang buruk dari rekayasa akal manusia yang sama sekali tidak dapat “menggemukkan badan” dan tidak pula “menghilangkan rasa lapar”.
 Kita ini, wahai akhi, adalah umat yang memiliki Al-Qur'an yang dibawa oleh Nabi kita sebagai minhaj (sistem) dan infrastruktur kehidupan kita. Jika dalam risalah lain terdapat juga apa yang terdapat didalam Al-Qur'an , maka apa yang terdapat dalam kitab Allah itu sudah cukup buat kita. Al-Qur'anul Karim, perjalanan hidup Rasul, serta politik Rasulullah saw. Dalam berdakwah bersama para sahabat senantiasa mengarahkan kita pada hakikat kehormatan yang seutuhnya serta membebaskan kita dari segala bentuk perbandingan. Tidak ada risalah samawi sebeblumnya yang menandinginya atau lebih utama darinya. Karena risalah-risalah itu adalah permulaan, sedangkan risalah Islam adalah penutup. Juga tidak ada falsafah hidup yang menandinginya, karena falsafah itu hanyalah buatan manusia, sedangkan risalah tersebut karya Allah swt., Yang Maha Mengetahui dan Mahapandai.
 Ikhwan sekalian, ini merupakan hal yang harus ada untuk membangun kebangkitan umat, Allah swt berfirman, “Kami telah menurunkan Al-Qur'an kepada kalian dengan membawa kebenaran, membenarkan kitab yang sebelumnya serta menjadi pengotrol terhadap kitab-kitab yang lain. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan.” (Al-Maidah: 48) “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu dan sesungguhnya kamu sebelumnya adalah termasuk orang-orang yang lengah.” (Yusuf: 3) “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baiki, yaitu Kitab Al-Qur'an yang serupa lagi berulang-ulang lantaran kitab itu gemetarlah kulit orang-orang yang takut kepada Rabb mereka, kemudian menajdi tenanglah kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah.” (Az-ZUmar: 32)
 Namun setelah itu terdetiklah pada diri Nabi saw. Dan para sahabat untuk menengok kepada selainnya. Maka Allah swt. Kemudian menegur kepada selainnya. Maka Allah swt, kemudian menegur dengan firman Allah swt, “Kemudian Kami jadikan kalian ada diatas suatu syariat yang nyata tentang urusan Agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kalian sedikit pun dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu sebagian dari mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lainnya. Sedangkan Allah adalah penolong orang-orang yang bertaqwa. Al-Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang meyakini.” (Al-Jatsiyah: 18-20) “Dan hendaklah kalian memutuskan perkara diantara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kalian terhadap mereka, supaya mereak tidak memalingkan kalian dari sebagian apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada kalian. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan oleh Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpa musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya kebanyakan dari manusia itu adalah orang-lorang fasik.” (Al-Maidah : 49) “Ikutilah apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalin, dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin (wali) selain-NYa. Amat sedikitlah kalian mengambil pelajarannya.” (Al-A'raf:3)  
 Ikhwan sekalian,, keyakinan ini telah menguatkan jiwa orang mukmin pendahulu bahwa risalah yang ada di hadapan Rasulullah saw. Adalah risalah yang dijadikan sandaran oleh yang lainnya. Sampai-sampai Abu Bakar ra. Pernah mengatakan, “Jika pengikat unta milikku hilang, niscaya aku dapatkan dalam Kitabullah.”
 Fikrah kedua yang telah ditancapkan oleh risalah ini didalam jiwa kaum mukminin adalah merasa bangga dengan kesempurnaan risalah Islam diantara risalah-risalah lainnya. Mereka meyakini bahwa risalah yang ada dihadapan mereka merupakan sistem yang integral yang menyatukan segala yang mereka kehendaki, berupa aspek kehidupan dunia, serta menancapkan di dalam ruh mereka bahwa mereka adalah manusia yang paling tinggi, paling utama dan paling mulia. Allah swt berfirman, “Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia. Kalian memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar.” (Ali- Imran: 110) “Demikianlah Kami telah menjadikan kalian sebagaqi umat pertengahan agar kalian menjadi  saksi atas manusia lain, dan Rasul pun menjadi saksi atas perbuatan kalian.” (Al-Baqarah: 143) “Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan suatu kesempitan pun dalam urusan agama buat kalian.” (Al-Hajj: 78)
 Dengan firman-Nya itu seakan-akan Allah telah berkata kepada mereka, 'Disebabkan kalian membawa risalah yang agung, universal, dan integral, di samping kalian juga menghidangkan manhaj yang komprehensif kepada manusia, maka kalian menjadi orang yang paling sempurna.
 Oleh karennya, ajarkan kepada mereka Al-Qur'an wahai akhi, agar mereka merasa mulia dengan kemanusiaan mereka. Bukan karena kulit, tanah air, atau suku bangsa . “sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al-Hujarat: 13)
 Nabi saw. Bersabda, “Manusia dari Adam, dan Adam berasal dari tanah, tidak berlebihan bagi orang Arab atas orang Ajam (non-Arab) dan juga tidak ada kelebihan bagi orang yang berkulit merah atas orang yang berkulit hitam, kecula dengan taqwa.” Penghormatan ini layak mereka sandang karena mereka adalah para guru yang membawa obor penerang dan dia tidak menginginkan apa-apa dari manusia kecuali agar mereka mau mengikuti kebenaran.
 Manusia itu wahai Akhi, dimata umat ini, ada yang mukmin yang mempunyai hak seperti mereka dan mempunyai kewajiban seperti merekia pula, ada pula yang kafir, yang merupak sandungan dijalan menuju ketinggian insani,. Dia telah terjatuh dari kondisi insaninya menuju martabat hewani, dan bahkan kepada martabat yang lebih rendah dari itu. “Mereka tidak memelihara hubungan kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian. Mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara-saudara kalian seagama. Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. Jika mereka merusak sumpah janjinya setela berjanji, dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar mereka berhenti.” (At-Taubah: 10-12)
 Allah swt, juga berfirman “sesungguhnya Kami menjadikan untuk isi mereka Jahanam itu kebanyakan dari jin dan manusia, mereka itu memiliki hati akan tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) mempunyai mata akan tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) serta mereka mempunayi telinga, akan tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah ). mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A'raf: 179)
 Prinsip ini, wahai akhi telah terpatri kuat didalam jiwa kaum salaf, mereka merasakan ketinggian dan kemuliaan dengan kondisi insaniahnya ini. Perasaan mulia ini mempunyai dua dampak:
 Pertama, ia merasa malu terhadap diri sendiri bila sampai melakukan sesuatu yang bisa mengurangi nilai insaniahnya itu. Bait syair menuturkan:
 Engkau dipercaya untuk suatu urusan  
 Jika yakin pandai menunaikannya
 jagalah agar tidak membiarkannya sia-sia
 Kedua, Ia memberikan kasih sayang kepada saudaranya dan bersikap keras terhadap selain mereka. “Muhammad adalah utusan Allah. Orang-orang yang menyertainya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, namun berkasih sayang dengan sesama mereka.” (Al-Fath: 29)
 Setelah pada masa lalu Nadzirah dibawah kekuasaan raja-raja Kisra dan Sasaniah dibawah raja-raja Kaisar – padahal wilayah-wilayah ini merupakan daerah yang paling subur didaerah Jazirah Arab – maka daerah-daerah yang lain hampir tidak memiliki eksistensi dibenak masyarakat. Namun setelah itu, wahai akhi, seorang lelaki Arab tiba-tiba memahami bahwa dialah “tuan” bagi umat manusia seluruhnya. Barang siapa yang menajadi aral bagi lajunya risalah ini, ia tiada berarti apa-apa. Al-Qur'an yang mulia telah menanamkan pada jiwa mereka bahwa tingkatan-tingkatan sosial yang dikenal oleh manusia itu sama sekali tidak berharga. “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al-Hujarat: 13) Al-Qur'an juga telah menjelaskan kepadamereka bahwa dunia ini di sisi Allah tida sebanding dengaqn akhirat walau hanya sebesar sayap lalat pun. Setelah manusia saling mengenal dengan berbagai julukan dan gelar, semua menjadi berbalik 180 derajat. Kini yang menjadi ukuran adalah : “Orang-orang yang sabar, ornag-orang yang benar, orang-orang yang senantiasa taat, orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, serta orang-orang yang memohon ampun diwaktu sahur.” (Ali-Imran: 17)
 ketika keyakinan baru ini merasuk dalam jiwa bangsa Arab, mereka lalu tercipta kembali sebagai makhluk yang lain. Mereka merasakan bahwa mereka adalah manusia yang “hidup” sedangkan selainnya “mati” adanya. “apakah orang yang sudah mati , Lalu Kami hidupkan ia kembali, dan Kami berikan kepadanya cahaya yagn terang. Yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang berada dalam gelap gulita yagn tidak bisa keluar darinya?” (Al-An'am: 122)
 Fikrah ketiga, Al-Qur'an yang mulia telah menghapus kata “putus asa” didalam jiwa mereka, diganti dengan prinsip bahwa mereka adalah golongan yang mendapat pertolongan dan pengokohan. Kemenangan itu bukanlah semata-mata karena bilangan dan bekal persiapan, juga bukan karena kekuatan. Namun kemenangan itu karena peneguhan sari sisi Allah swt. Terhadap diri mereka. “Sesungguhnya telah berlaku kata keputusan Kami bagi hamba-hamba Kami yang menjadi Rasul, bahwa sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan . Dan sesungguhnya tentara Kami itu lah yang pasti menang.” (Ash-Syaffat: 171-173) “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman diantara kalian dan yang mengerjakan amal salih, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan, sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, serta benar-benar akan menukar keadaan mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman santosa.” (An-Nur: 55) “Sesungguhnya Kami akan menolong (memenangkan) rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (pada hari kiamat).” (Al-Mukmin : 51)
 Allah  meneguhkan hal itu dengan berbbagai kejadian nyata. “Dan ingatlah ketika kalian masih berjumlah sedikit lagi tertindas dibumi Makkah, kalian takut bila orang-orang Makkah akan menculik kalian; maka Allah memberikan kepada tempat metetap (Madinah) dan Dia mengokohkan kalian dengan pertolongannya, serta memberiukan kepada kalian rezeki dari yang baik-baik agar kalian bersyukur.” (Al-Anfal: 26) “Tidaklah kemenangan itu datang kecuali dari sisi Allah Yang Mahaperkasa lag Mahabijaksana.” (Ali-Imran: 126) “Allah menguatkan dengan pertolongan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” (Ali-Imran: 13) “Allah telah menetapkan Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang! Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (Al-Mujadilah: 21)
 ini bukan berarti bahwa mereka tidak melakukan persiapan, bahkan sudah berlaku kehendak Allah bahwa kekuatan-Nya berjalan dibalik usaha. Olehkarena itu, Dia menekankan agar kita mengadakan persiapan. “Persiapkanlah untuk menghadapi mereka berupa kekuatan apa saja yang kalian sanggupi, dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, yang dengan persiapan itu kalian menggetarkan musuh Allah dan musuh kalian.” (Al-Anfal: 60)
 Adapun perangkat-perangkat kemenangan itu, wahai akhi, adalah: kekuatan Allah swt. Para malaikat-Nya yang menimpakan rasa takut di hati musuh dan angin yang bertiup bersama mereka, serta kalimat Allah yang digunakan oleh-Nya untuk mengatur kerajaan-Nya. “Sesungguhnya urusan-Nya itu apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah tinggal mengatakan, 'Jadilah maka terjadilah.”(Yasin: 82)
 Semua bentuk kekuatan ini ada dihadapan orang-orang beriman, sekiranya mereka memiliki rasa bangga terhadap risalah mereka dan merasa terhormat dengan kemanusiaannya. “Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan dan mereka juga tidak memperoleh keuntungan apa-apa. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan (karena Allah telah menghalau mereka dengan mengirimkan angin dan malaikat.) Allah Maha Kuat lagi Mahaperkasa. Dia swt menurunkan orang-orang ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan bersekutu dari benteng-benteng mereka dan Dia memasukkan rasa takut kedalam hati mereka. Sebagian mereka kalian bunuh dan sebagian lainnya kalian tawan.” (Al-Ahzab: 25-26) “Dia-lah yang telah mengeluarkan orang-orang kafir diantara Ahlul Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama.” (Al-Hasyr: 2)
 Waba'du, ikhwan sekalian, itulah ketiga fikrah tersebut. Generasi Muslim pertama meyakini bahwa risalah adalah risalah paling sempurna, diantara risalah-risalah lainnya, kemanusiaannya juga paling sempurna dan bahwa dia mendapatkan kemenangan dan dukungan dari Allah swt. Adapun sekarang ini sulit didapatkan seorang mukmin yang meyakini ketiga hal tersebut dan rasa minder sehingga takjub kepada dunia orang diluar kita, risalah  mereka sukses mereka, serta sistem pegnajarang mereka itulah yang sekarang ini lebih dominan.
 Rasa takjub wahai akhi, telah melemahkan jiwa kebanyakan dari kita akan rasa bangga terhadapa risalah sendiri serta kebanggaan terhadap kepemimpinan sendiri. Akhirnya pertolongan Allah pun menghindar dari kita. Kelemahan ni paling banyak muncul dari jiwa para pemimpin , juga dari para tokoh pembentuk opini publik yang telah meneguk sumber asing hingga mabuk, padahal sumber  itu tidak ada hubungan dekat maupun jauh dari kita. Kami ingin agar kita ini merasa bangga dengan risalah ini yaitu risalah langit yang turun ke bumi. Kami ingin, wahai akhi, agar kita merasa terhormat dengan dakwah ini, kami ingin agaer kita memperbaiki hubungan kita dengan Allah swt. Serta tunduk patuh kepada-Nya, sehingga datang pertolongan kepada kita, yaitu pertolongan Allah swt. Dengan tidak perlu kau tanyakan “bagaimana dan kapan” itu tiba. “Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikenhendakinya. Dan, Allah telah menjadikan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath-Thalaq: 3)
 Semoga Allah swt. Mencuraqhkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad serta kepada keluarga dan para sahabatnya.


No comments:
Post a Comment